Panci Gosong Pembangkit Kesadaran

   

 Teman-teman yang berbahagaia... Manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Karena manusia itu memiliki hawa nafsu yang cenderung mengarah pada kebahagaiaan. Nggak heran kalau dalam perjalanannya manusia bisa lalai akan tujuan hidup yang sebenarnya. Manusia akan ingat bila ada suatu hal yang membuatnya sadar. barangkali manusia itu sendiri juga menjemput kesadarannya lewat realitas yang dijumpainya sehari-hari

    Sore itu hujan turun dengan lebat. Manusia-manusia di bumi bersembunyi namun mengagumi dan mensyukuri nikmat Ilahi itu. Termasuk aku dan temanku. Kami menghangatkan diri dengan membuat sesuatu yang ketika dikonsumsi membuat kami melambung jauh menunaikan rindu pada rumah. Bukan segelas teh atau pisang goreng. Tapi, ubi jalar yang dikukus. Makanan favoritnya kakek aku kalau bosan makan nasi. Yupp, kami mengukus ubi manohara, karena kalau ubi cilembu kami tidak punya. 

    Namanya perempuan, paling tidak suka kalau harus menunggu lama. Kami meninggalkan ubi itu dalam keadaan berjuang sendiri sampai matang. Katanya, dia senang dihangatkan oleh api dan dibungkus dalam panci. Ubi lebih senang lagi kalau bisa bermanfaat buat kami. 20 menit lamanya untuk dia hibernasi sebelum kami konsumsi. Aku menunaikan agenda melipat baju. Temanku juga menunaikan ibadahnya. Kami lupa menyepakati siapa yang akan menjenguk Si ubi. Namun secara tidak tertulis, harusnya aku. Karena saat itu aku sudah menuanaikan ibadahku. Aku juga yang mengatur kapan Si ubi bisa diangkat. Perempuan juga manusia. 

    Waktu berjalan begitu cepat ketika aku bahagia. Agenda melipat baju ditemani obrolan podcast bang Radit dan Ibu Suri membuatku berseri-seri. Otakku memikirkan ide-ide gila yang membuatku bermimpi seperti mereka. Memang tidak ada yang melarang untuk berimajinasi. Tapi kali ini aku agak menyesali ketika bau hangus itu menguar sampai indra penciumanku. 

    Kebahagiaan di dunia ini hanya sementara. Podcast yang sudah kutunggu-tunggu akhirnya tayang membuatku senang bukan kepalang. Dua puluh menit berlalu hati dan pikiranku diserang kepanikan. Iya, teman-teman. Bau hangus itu berasal dari ubi yang lupa kami angkat dari pemandian. Kami buru-buru menuju dapur dan mematikan si jago kecil. Saat tutup panci dibuka ubinya menempel pada sarang. Mingkin dia marah akibat kami melupakannya. Dia tidak mau kami angkat dan lebih memilih menyatu dengan srang yang menemaninya diwaktu 20 menit itu. Namun kami tetap memaksa akan melahapnya. Jangan dibayangkan kalau dia masih terasa manis. Kemarahan membakar dan menyelmuti dirinya sendiri. Orang lain disekitarnya juga akan merasakan dampaknya. Orang lain itu, kami. Oh, jangan lupakan panci. Dia menghanguskan diri, supaya penghuninya merasakan apa yang diperbuat oleh api. Tapi, ini bukan tentang api.

    Ketika aku memasak realitas ini, aku menumukan banyak hal yang bisa menjadi pengingatku. Bahwa, memang manusia tempatnya salah dan lupa. Namun, manusia bisa mencegah terjadinya salah dan lupa. Membentuk kesadaran diri akan kelemahan yang dimiliki, menjadi salah satu kunci keberhasilan menjemput ridho Sang Maha Pasti. Sekian dan terima gaji. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sakit Hati

People Come and Grow